5 Hal Ini Tidak Boleh Dilakukan Remaja Indonesia di Era Orde Baru

Kalau suka, share artikel ini:
Narayana 734 - Bangsa kita memiliki sejarah kelam di masa Orde Baru. Ketika itu, negara ini mengalami Korupsi, Kolusi dan Nepotisme secara besar-besaran dan kita tidak mengetahuinya sama sekali. Banyak yang bilang bahwa Orde Baru sukses dalam pemerintahan, namun kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di pelosok daerah karena akses informasi dibatasi.

Selain ketidakstabilan ekonomi dan politik, negara kita juga mempunyai aturan ketat untuk remaja kala itu. Remaja dianggap sebagai kelompok umur yang harus dijaga ketat karena berpotensi untuk melakukan tindakan yang merugikan negara. Berikut ini adalah beberapa hal yang tidak boleh dilakukan remaja di era Orde Baru.
  
1. Tidak Boleh Gondrong (Era 60-an)
Pada tahun 60-an gaya hidup Hippies sedang trending. Kaum Hippies terdiri dari beberapa pemuda-pemudi yang tinggal nomaden alias berpindah-pindah dan hidup secara bebas. Gaya hidup ini sangat mendunia hingga masuk ke Indonesia. Banyak remaja Indonesia yang berambut gondrong, mengikuti kaum Hippies.

Melihat tren tersebut, pemerintah merasa budaya Indonesia terancam. Akhirnya semua anak muda dengan rambut gondrongpun dirazia di jalan-jalan. Padahal, orang yang berambut gondrong bukan berarti orang yang melakukan tidak kriminal. Bahkan, pemerintah kala itu mendirikan Bakoperagon alias Badan Koordinasi Pemberantasan Rambut Gondrong.
  
2. Kegiatan Kampus Dibatasi (Kebijakan Tahun 1978)
Jika saat ini para mahasiswa bebas berlama-lama di kampus untuk berdiskusi, mahasiswa tahun 70an tidak merasakan kemewahan semacam itu. Pada tahun 1978 Pemerintah menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan. Gerakan tersebut kemudian dikenal dengan nama NKK/BKK.

Melalui Organisasi tersebut, pemerintah membatasi kegiatan hanya untuk hal-hal yang bersifat akademis semata. Mereka tidak boleh melakukan diskusi yang berhubungan dengan politik karena dikhawatirkan akan menumbangkan pemerintahan. Rektorat juga diberi kewenangan untuk menentukan kegiatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam kampus.

3. Banyak Buku dan Majalah yang ‘Haram’ Dibaca (1968-1998)
Banyak dari generasi sekarang yang tidak kenal Pramoedya Ananta Toer. Dia adalah seorang sastrawan ternama sekaligus menjadi satu-satunya sastrawan Indonesia yang berkali-kali dinominasikan untuk meraih Penghargaan Nobel Sastra. Pram sempat merasakan dipenjara oleh pemerintahan Orde Baru karena karya-karyanya yang dianggap membahayakan bagi bangsa, padahal bukunya berisi tentang sejarah kelam bangsa ini.

Selama 32 tahun rezim Orde Baru sedikitnya sekitar 2.000 judul buku dan ratusan majalah telah dibredel alias dilarang edar oleh pemerintah. Novel Pram, Tetralogi Buru, dilarang dan bahkan dibakar secara publik karena dianggap melecehkan. Padahal Pram justru mengkritik bangsa ini untuk perbaikan.

4. Tidak Boleh Bertato (1981-1985)
Di sekitar tahun 1981 hingga 1985, dilakukan operasi yang menjaring preman atau anak-anak liar. Operasi ini dilakukan dengan sangat brutal, yaitu dengan menembak siapa saja yang berkeliaran di jalan, terlebih mereka yang memiliki tato. Mayat korban akan dibiarkan membusuk begitu saja hingga ditemukan warga. Hal ini dilakukan agar masyarakat mendapatkan efek jera.

Namun ini menimbulkan masalah bagi mereka yang memiliki tato hanya untuk kesenangan. Karena tidak semua orang bertato itu seorang kriminil. Coba bayangkan berapa banyak orang yang ditembak jika peraturan tersebut diberlakukan sekarang? Mungkin artis kesayangan Anda sudah tewas dan tidak dapat lagi tampil di TV.
 
5. Tidak Boleh Kritis Pada Pemerintah
Di era sekarang, semua orang boleh mengkritik pemerintahan. Mungkin Anda adalah salah satu orang yang sering mengkritik pemerintahan lewat social media Anda. Bahkan orang yang kurang mengerti permasalahanpun bisa menjadi kritikus dan pakar dalam mengkritik pemerintahan.

Semua hal itu tidak bisa Anda lakukan di era Orde Baru. Mengkritik pemerintah lewat lagu saja bisa membuat Anda dijebloskan ke penjara. Sudah banyak aktivis yang mengkritik pemerintahan Orde Baru tidak diketahui keberadaannya karena ‘dilenyapkan’ oleh pemerintahan Soeharto. Salah satunya adalah aktivis Widji Tukul yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.

Itulah tadi beberapa hal-hal yang tidak boleh dilakukan di masa pemerintahan Orde Baru. Tidak bisa dibayangkan betapa menderitanya hidup tanpa kebebasan berekspresi dan mengkritisi pemerintahan. Juga begitu banyak orang yang lenyap nyawanya akibat kebijakan sewenang-wenang.

Meski banyak yang harus diperbaiki, setidaknya di pemerintahan sekarang, kita selalu diberi ruang untuk mengkritisi pemerintah. Oleh karena itu hendaknya kebebasan tersebut kita pergunakan dengan bijak. Jangan pernah mengkritisi dengan kebencian membabi buta, terlebih menyebarkan fitnah.

Sumber
Kalau suka, tolong klik "like/suka" di bawah ini:
Kalau suka, share artikel ini: